Kopi Inspirasi: Pesona Alami, Hutan Liar Gunung Karang

CSS Button Cursor Css3Menu.com

Pesona Alami, Hutan Liar Gunung Karang

Pemandangan Tertutup Kabut, Ditengah Perjalanan Pendakian 
Gunung Karang terletak di kawasan Pandeglang, Banten, Provinsi Banten, Indonesia. Perjalanan dari Jakarta via jalan tol Jakarta - Merak, keluar gerbang tol Pandeglang, Provinsi Banten. Lanjut menuju Desa Kadu Engang, Cadasari, Pandeglang. Dari desa Kadu Engang inilah gerbang pendakian dimulai, siapkan stamina & spirit positif karena pendakian dilakukan berjalan kaki, jika membawa kendaraan titip pada penduduk setempat, penduduk desa Kadu Engang cukup terbuka dan ramah terhadap pengunjung Gunung Karang.

Kalau berniat menginap sebaiknya membawa tenda, tikar, jaket, kain sarung dan perlengkapan anti cuaca dingin lainnya. Setengah perjalanan pendakian menuju puncak, sebelum memasuki hutan liar alami, ada pondok petani yang letaknya strategis, tempat yang lumayan bagus untuk menggelar tikar dan menegakan tenda, tentunya setelah izin dari pak tani pemilik pondok. Di pondok yang sederhana itu disediakan bale-bale tempat istirahat, juga ada jualan makanan kecil, mie instant dan beberapa minuman. Dari tempat tersebut jika beruntung kabut tidak menutupi,  kita bisa menikmati pemandangan kota yang terletak di kawasan kaki Gunung Karang, sangat indah diwaktu malam hari, bahkan gemerlap kota Serang dan pelabuhan Merak pun kelihatan. Luar biasa!, bias salah satu kemegahan Nusantara begitu terasa, introspeksi akan terjadi dalam diri.

Plat Nama Kantor Kepala Desa
Atap Rumah Penduduk Desa Kadu Engang
Perjalanan Awal

Walau gunung ini terbilang tidak terlalu tinggi, namun perjalanan menuju puncak menjadi tantangan tersendiri, karena saat keluar desa Kadu Engang berjalan kaki dimulai dan jalanan akan terus menanjak. Gerbang pendakian pertama, masih terbilang hutan pertanian penduduk, kita akan menemukan bangunan makam (tim kita meyakini secara spiritual, bahwa itu hanya petilasan) dari Pangeran T.B. Jaya Raksa, di makam petilasan tersebut etikanya harus ziarah (suwun; istilah jawa). Menurut informasi penuntun jalur, jalan pendakian Gunung Karang yang diketahui ada 2 (dua) jalur, yang pertama melewati desa Kadu Engang, yang kedua jalur Pagerwatu / Ciekek.

Jalur desa Kadu Engang merupakan jalur pendakian yang banyak dipilih oleh para pendaki, walaupun menanjak terus menerus, tapi secara jarak menuju puncak lebih pendek. Setelah selesai ziarah (suwun) di makam petilasan Pangeran T.B. Jaya Raksa, pendakian dimulai, jalanan setapak masuk hutan masih kawasan pertanian penduduk. Semakin tinggi pendakian, eksotis alami hutan semakin terlihat dan terasa, melewati bekas perkebunan kopi dari zaman penjajahan Belanda yang dibiarkan liar bersama pohon-pohon besar. Bahkan antara pohon kopi dan pohon hutan liar sulit dibedakan, karena diameter dan tinggi pohonnya hampir sama.
Gerbang Menuju Hutan Liar Alami
Jalan Setapak Jalur Pendakian
Harum alami bermacam aroma bunga hutan liar, makin tajam tercium, jalanan setapak terus menanjak, tubuh mulai menuntut hak akan kebutuhan air minum. Langkah kaki mulai terkulai lemas, capek badan mulai terasa, nafas pun mulai tersengal, tapi sikap optimis dan spirit harus tetap terjaga, karena itulah kekuatan sesungguhnya yang bisa membawa ketujuan. Masih setengah perjalanan, pendakian makin terjal dan menantang, bak menemukan oase ditengah padang pasir, sampailah kami di pondok tempat istirahat. Waktu tempuh saya dan tim, dari desa Kadu Engang ke pondok tempat istirahat tersebut lebih kurang 3 (tiga) jam. 
Makan Beralas Daun Pisang, Luar Biasa Nikmat
Atur nafas sembari menikmati udara alami pegunungan lepas, melihat pemandangan di kaki gunung yang sayangnya sedang tertutup kabut, makan dan ngopi beberapa menit, perjalanan menuju puncak dilanjutkan, disambut pohon-pohon besar bak gerbang masuk hutan liar, dengan segala pesona misteri alaminya, akar-akar pohon liar melingkar menghiasi jalanan setapak mendaki. Pendakian makin sulit, tidak ada lagi kebun petani, jalanan gelap tertutup daun pohon-pohon besar hutan hujan tropis, harus ekstra hati-hati dan fokus. Setelah 2,5 (dua setengah) jam perjalanan mendaki, akhirnya saya dan tim berhasil sampai di puncak Gunung Karang.
Sumur Tujuh, Yang Sudah Kehilangan Bentuk
Setelah Perjalanan

Menurut situs Wikipedia, Gunung Karang memiliki ketinggian 1778 Mdpl dengan puncaknya bernama Sumur Tujuh, gunung ini termasuk kedalam kelompok Stratovolcano yang memiliki potensi meletus. Padahal setelah disaksikan sendiri tidak ada kawah di puncak tertinggi tersebut, seperti umumnya gunung berapi di Indonesia, cuma saja kita akan menemukan lobang aneh yang mengeluarkan angin cukup kencang tapi sejuk, seperti hembusan angin dari laut (mungkinkah lobang itu bagian dari kawah yang sudah tertutup hutan belukar?). Diameter lobang tersebut lebih kurang 35 cm, tempatnya tidak jauh dari Sumur Tujuh yang melegenda dikalangan jawara Banten.

Gunung ini juga menjadi lokasi wisata ziarah favorit di Provinsi Banten, karena disana terdapat petilasan berbentuk makam salah satu penyebar agama Islam di kawasan Banten yaitu Pangeran T.B. Jaya Reksa. Di puncaknya sumur tujuh, juga ada jejak makam tak bernisan dan tak bernama, walaupun tanpa keterangan sama sekali saya dan tim meyakini itu adalah makam Eyang Karang, penghuni puncak Gunung Karang. Konon, Eyang Karang semula pemeluk agama Hindu, kemudian di Islam-kan oleh Pangeran T.B. Jaya Reksa. 
Makam Tak Bernisan, Dekat Arca Lingga
Untuk mencari jati diri dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, Eyang Karang biasa melakukan tapabrata dalam goa kecil yang ada airnya, penduduk setempat menyebutnya curug nangka, jika masuk dan duduk (posisi tapa / tafakur sejenak) dalam goa ini, kemudian rasakan dingin sejuk airnya, saat keluar goa badan terasa segar, jiwa merasa tenang. Jika dilihat mata, lobang masuk goa ini kecil (mustahil badan bisa masuk), tapi lakukan saja dengan keyakinan masuk dahulukan kedua kaki, dan plung seluruh badan masuk langsung ambil posisi duduk bersila. Lokasi goa curug nangka ini sedikit turun kebawah, berada di lembah sumur tujuh, berlawanan arah saat datang (arah laut) melewati lobang aneh yang diceritakan diatas.  
Goa Curug Nangka
Di lokasi yang sama, makam Eyang Karang dekat Sumur Tujuh ditemukan benda arca berbentuk lingga, yang dibungkus kain mori. Boleh percaya boleh tidak, hal umum terjadi pada sebagian keyakinan mistis masyarakat Indonesia, konon apabila arca lingga dipeluk dari belakang tangan kanan dan kiri bisa bertemu, apa yang diniatkan keinginan akan terkabul. Lain lagi cerita para jawara, apabila seseorang mandi di sumber air sumur tujuh badannya akan kebal senjata tajam dan peluru pistol, wallahualam bissawab.  
Lokasi Arca Lingga
Memeluk Arca Lingga

Cara praktis cari Lokasi Wisata & Hotel di Indonesia dan Dunia Klik Disini.

No comments:

Post a Comment